Advertisement
![]() |
image from inatonreport.com |
feb.unpad.ac.id] Jumlah UMKM di seluruh negara-negara APEC lebih dari 97%. Mayoritas negara memiliki UMKM berjumlah 99% seperti Indonesia, hanya sedikit negara yang jumlah UMKM-nya berjumlah 97% antara lain Malaysia dan Vietnam. UMKM di Indonesia menyerap jumlah tenaga kerja sebanyak 97,2 juta dan berkontribusi terhadap PDB > 57%, lebih besar dari kontribusi Usaha besar dan terbesar di seluruh negara-negara di Asia. Hanya bila melihat pada produk UMKM yang sudah melakukan ekspor baru 15,4% persen terkecil di antara Negara Asia lainnya. Artinya produk UMKM tidak mampu bersaing untuk masuk ke pasar global. UMKM terdiri dari Industri Kecil Menengah (IKM), jasa-jasa industri, petani, nelayan, peternak, dengan memperkuat UMKM maka kebutuhan 2% wirausaha yang menjadi program pemerintah sudah terjawab.
UMKM di Indonesia belum berperan banyak sebagai pemasok Usaha/Industri besar. Dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN lainnya persentase memiliki share yang paling kecil, hanya sekitar 6,3% bandingkan dengan Malaysia yang mencapai 46,2%. Indonesia juga kalah dibandingkan Philipina. Idealnya UMKM dapat menjadi pemasok bagi usaha/industri besar. Menurut data BPS Industri besar sedang (IBS) dan IKM yang tumbuh dan serumpun tidak lebih dari 40% , padahal industri besar terkadang kesulitan bahan baku dan harus impor padahal bahan baku yang dibutuhkan tersedia /dapat diproduksi di dalam negeri oleh UMKM, dan ini dapat menekan beban biaya logistik dan harga bersaing saing.
UMKM memang harus ditolong, tidak bisa dibiarkan sendiri, meskipun pemerintah baru-baru ini ada program untuk 20.000 IKM tetapi selama tidak melakukan fasilitasi dan dukungan terhadap UMKM, maka UMKM akan tetap jalan di tempat. Dari jumlah UMKM yang mencapai 99%, mayoritas (90%) di antaranya adalah usaha mikro yang bercirikan informal dengan segudang keterbatasan.
Bagaimana agar UMKM dengan Usaha/Industri besar bersinergi? Untuk mempertemukannya diperlukan peran pemerintah sebagai regulator. Bagaimana caranya?
Terdapat dua strategi untuk memperkuat kemitraan yang dapat dilakukan pemerintah yaitu strategi penguatan dan strategi perlindungan.
(1) Strategi Penguatan yaitu strategi yang dipersiapkan bagi Usaha/industri besar agar positioning nya semakin kuat di pasar. Di samping bermitra dengan UMKM, Usaha/Industri besar juga harus terus melakukan pembinaan terhadap UMKM agar dapat memenuhi standar yang disyaratkan, hal ini juga dapat mendorong UMKM naik kelas. Bila usaha/industri besar banyak bermitra dengan UMKM, maka Tingkat Penggunaan Komponen Lokal (TKDN) akan tinggi dan ini harus diapresiasi oleh pemerintah dengan cara memberikan insentif apa pun bentuknya untuk menarik lebih banyak Usaha/Industri besar yang bermitra dengan UMKM/IKM. Pemerintah juga harus mendorong peningkatan penggunaan produksi dalam negeri di pengadaan-pengadaan yang dilakukan oleh pemerintah, BUMN ataupun swasta nasional. Barang impor diperbolehkan bila memang tidak diproduksi di dalam negeri. Penerapan yang konsisten terhadap Tingkat Komponen Dalam negeri (TKDN) maka akan menambah Usaha/Industri besar bermitra dengan UMKM. Selanjutnya selain TKDN, pemerintah juga sebaiknya berkomitmen untuk memberi kesempatan  bagi Usaha/Industri besar membangun industri substitusi impor, bila Industri nasional mampu membuat produk substitusi impor maka akan dapat menekan impor dan devisa. Impor hanya dilakukan bila industri nasional tidak mampu memproduksi. Dalam pengadaan pemerintah ( e-catalog) , pemerintah juga harus lebih memprioritaskan produk dalam negeri, bukan hanya produk China yang harganya lebih murah, akibatnya banyak industri nasional yang berguguran karena harga tidak bersaing. Satu hal lagi yang memberatkan bagi industri adalah beban pajak yang harus ditanggung pembeli, misalnya PPN atau pajak bea masuk dan lain-lain, yang mengakibatkan harga beli di dalam negeri menjadi mahal. Sebagai contoh PT DI yang menghasilkan pesawat N219, harga yang dijual di dalam negeri lebih mahal daripada dijual keluar negeri, demikian pula untuk produk Samsung yang lebih mahal kalau diproduksi di sini daripada di luar negeri. Sehingga pemerintah juga harus membantu agar harga produksi dalam negeri mampu bersaing.
(2) Strategi Perlindungan, adalah strategi yang dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi produk lokal baik Usaha/Industri besar juga UMKM. Indonesia selama ini kurang memanfaatkan Non Tariff Measures (NTM) yang diperbolehkan oleh WTO untuk melindungi produk dalam negeri. Jenis NTM antara lain SPS, TBT, AD, Safe Guards dan lain-lain, yang dapat diterapkan untuk berbagai jenis produk. Negara lain bahkan menggunakan NTM secara berlapis untuk melindungi produknya. Pada bulan Juni 2016 Indonesia hanya memiliki 272 NTM bandingkan dengan Amerika 4780, Thailand 990, China 2194, Jepang 1294, India 558. Tetapi di bulan Desember 2016 data sudah berubah jauh untuk negara negara lain. Indonesia hanya meningkat menjadi 284, adapun Amerika 5083, Thailand 1022, China 2529, Jepang 1396 dan India 660. Artinya negara lain sangat serius melakukan perlindungan untuk produksi dalam negerinya sehingga Indonesia juga jangan takut untuk terus menambah NTM karena Negara lain melakukan hal yang sama. Di sini perlunya peran ketahanan industri yang lebih power-full untuk menjaga produk dalam negeri agar tidak tergilas produk impor. Tidak ada yang salah dengan impor, tetapi tidak salah juga kalau melindungi seperti yang dilakukan negara lain. Â Sebetulnya SNI adalah NTM terbaik , hanya sayangnya produk impor sangat mudah mendapatkan SNI. Demikian pula untuk sebanyak 105 produk impor yang terkena larangan terbatas (Lartas) harus memiliki SNI wajib, tetapi hingga saat ini masih kurang dari 40 yang memiliki SNI Wajib, dan sisanya bisa jadi sudah bebas masuk. Satu hal lagi yang patut menjadi perhatian adalah kurang ketatnya aturan di pelabuhan bila importir nakal tidak lengkap surat-suratnya, sangat mudah mengeluarkan waiver letter. Seharusnya kalau dokumen tidak lengkap barang dikembalikan lagi agar importir nakal menjadi jera, ini juga sebetulnya jadi mengganggu terhadap dwelling time (DT) yang seharusnya tidak menjadi lama kalau semua dokumen yang masuk pelabuhan sudah lengkap
Dari uraian di atas , maka bila Usaha/Industri besar didorong untuk bersinergi dengan UMKM maka diperlukan kebijakan pemerintah yang konsisten dan tidak berubah-rubah dengan strategi penguatan dan strategi perlindungan yang keduanya harus diterapkan secara berbarengan.
Dilansir dari : http://www.feb.unpad.ac.id/site/id/prof-dr-ina-primiana-s-e-m-t-umkm-sebagai-rantai-pasok-industri/
Advertisement
BACA JUGA :
Advertisement
0 Comments